BCMerauke.com - Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Merauke, Ignasius Ndiken mengungkapkan sudah puluhan tahun lamanya, tanah milik orang Marind di 67 titik yang ditempati oleh para transmigran, hingga kini belum dibayar sepersen pun oleh pemerintah pusat.
Menurutnya selama ini, orang Marind sudah sangat sabar dan tidak mengambil tindakan, setelah lahan milik mereka dimanfaatkan oleh transmigran untuk berbagai kegiatan pembangunan. “Tetapi harus diingat bahwa orang Marind juga mempunyai batas kesabaran,” katanya.
Selama ini, demikian Ignas, dirinya mampu untuk bisa mengendalikan situasi hingga belum ada gejolak yang terjadi.
Namun demikian, diharapkan adanya pengertian baik dari pemerintah pusat dan kabupaten agar memberikan perhatian kepada orang pribumi, setelah tanah miliknya diberikan untuk pendatang.
Selain itu, Ignas juga menyoroti dana Otonomi Khusus (Otsus) yang nilainya hingga triliunan rupiah, namunn tidak pernah dinikmati masyarakat di kampung-kampung. “Kita tidak tahu kemana uang tersebut. Sehingga tidak mengherankan jika kehidupan masyarakat asli Papua dari hari ke hari tidak pernah mengalami kemajuan,” tegasnya.
Paulus Samkakai, salah seorang pemilih hak ulayat tanah transmigrasi menegaskan, dirinya tidak pernah berdiam diri untuk memperjuangkan apa yang menjadi hak milik mereka.
“Saya pernah membawa puluhan masyarakat dari Kampung Kaiburse, sekaligus melakukan audiens bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Hanya saja, sampai sekarang belum ada tindaklanjutnya,” ujar dia.
Namun demikian, jelas Paulus, ia tidak berhenti sampai di situ saja. Berbagai langkah terus dilakukan, bahkan hingga ke Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) Perwakilan Papua di Jayapura untuk membeberkan berbagai permasalahan tentang terkarung-katungnya status tanah milik orang Marind itu. (Jubi/Frans L Kobun)
0 komentar:
Post a Comment