BCMerauke.com - Wakil Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Merauke, Albert Moywen menegaskan, sangat memalukan jika ada orang Marind sendiri mengaku tidak bisa makan kalau tak melakukan penggalian pasir di daerah atau lokasi yang dilarang. Jika ada yang mengatakan seperti demikian, sebaiknya dipanggil dan diperiksa.
Penegasan itu disampaikan Albert saat ditemui Jumat (17/1). “Kenapa baru sekarang orang berteriak lapar. Sementara para leluhur kita dari dulu, tidak pernah mengatakan demikian. Bahkan, mereka memanfaatkan setiap jengkal tanah untuk menanam apa saja yang memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup keluarga,” katanya.
“Kita harus belajar dari orang Jawa sekarang yang memanfaatkan sejengkal lahan untuk menanam. Mereka bisa menanam apa saja. Mengapa kita orang asli Papua yang memiliki lahan sangat luas, tetapi tidak bisa menggunakan dengan baik? Ini adalah pekerjaan rumah sekaligus menjadi suatu tantangan,” ujar Albert.
Lebih lanjut Albert mengaku, dengan penggalian pasir yang dilakukan, mengakibatkan sebagia lokasi dan atau tempat yang dilarang menjadi rusak. “Kami telah bersepakat untuk membuat ritual adat. Hanya saja, tidak diresponi dengan baik. Bahkan, kegiatan penggalian pasir semakin menjadi-jadi,” tegas Albert.
Ditanya jangan sampai kurang adanya perhatian yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Merauke, Albert mengatakan, pemerintahan sekarang telah menurunkan dana Gerbangku maupun Respek ke kampung-kampung. Dana dimaksud, mestinya harus digunakan untuk berbagai kegiatan ekonomi kerakyatan.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Merauke, Rama Dayanto yang ditemui beberapa waktu lalu mengaku, berbagai cara telah dilakukan untuk melakukan operasi terhadap penambangan pasir secara liar. Bahkan, sering terjadi benturan fisik antara masyarakat bersama petugas Satpol PP. (Jubi/Ans)
0 komentar:
Post a Comment